Senin, 18 Mei 2009

SANITASI DI PEDESAAN

Berdasarkan perkiraan WHO/ UNICEF, sekitar 60 persen penduduk di kawasan pedesaan di Indonesia kekurangan akses terhadap sarana sanitasi yang pantas.
Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi ( pengelolaan air limbah domestic ) terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar ( ANTARA News, 2006 ). Menurut data Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002, tidak kurang dari 400.000 m3 / hari limbah rumah tangga dibuang langsung ke sungai dan tanah, tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. 61,5 % dari jumlah tersebut terdapat di Pulau Jawa. Pembuangan akhir limbah tinja umumnya dibuang menggunakan beberapa cara antara lain dengan menggunakan septic tank, dibuang langsung ke sungai atau danau, dibuang ke tanah , dan ada juga yang dibuang ke kolam atau pantai.

Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia, masih banyak dijumpai masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dengan sanitasi yang sangat minim. Masih sering dijumpai sebagian masyarakat yang membuang hajatnya di sungai karena tidak mempunyai saluran pembuangan khusus untuk pembuangan air limbah rumah tangga maupun air buangan dari kamar mandi. Bahkan terkadang masih dijumpai masyarakat yang membuang hajatnya di pekarangan rumahnya masing-masing. Hal ini terjadi selain disebabkan karena factor ekonomi, faktor kebiasaan yang sulit dirubah dan kualitas pendidikan yang relative rendah dari masyarakat pun memang sangat berpengaruh besar terhadap pola hidup masyarakat.

Beberapa alasan mengapa perlu menggunakan berbagai macam alternative teknologi, antara lain :

1. Membantu mengenal sistem sanitasi yang sesuai.
2. Memudahkan penentuan sistem sanitasi sesuai pilihan masyarakat.
3. Alat yang tepat untuk perencanaan yang dimulai dari masyarakat.
4. Sebagai informasi umum tentang pilihan-pilihan teknologi sanitasi.
arana Sanitasi Pedesaan

Berdasarkan perkiraan WHO/ UNICEF, sekitar 60 persen penduduk di kawasan pedesaan di Indonesia kekurangan akses terhadap sarana sanitasi yang pantas. Kegiatan mandi dan mencuci pakaian di sungai serta buang air besar di tempat terbuka membuat orang mudah terpapar penyakit, mengontaminasi air tanah dan permukaan, dan menurunkan kualitas tanah dan tempat tinggal. Perempuan dan anak-anak berada dalam risiko.
IRD telah bekerja di Jawa dan Sumatera untuk menangani permasalahan ini di komunitas-komunitas pedesaan serta sekolah-sekolah di sekitarnya. Di Aceh, IRD membantu 40 komunitas untuk membangun 90 kakus bersama, 297 kakus rumah tangga, 13 tempat mandi/cuci, dan kakus di 12 sekolah dengan dana dari the Latter-Day Saint Charities dan UNICEF. Di Yogyakarta, IRD mendirikan atau memperbaiki sarana sanitasi di 275 sekolah dasar dengan dana dari UNICEF dan Departemen Pertanian AS.
IRD menggunakan pendekatan berbasis masyarakat, dengan keterlibatan masyarakat yang kuat dalam proses identifikasi, perencanaan dan implementasi, termasuk pengelolaan dan pemeliharaan. Sasaran kami adalah untuk memfasilitasi solusi yang hemat biaya dan berkelanjutan yang memaksimalkan jumlah penerima manfaat dan yang dapat dipelihara selama bertahun-tahun kedepan.


Melibatkan Masyarakat sejak Awal

IRD memulai dengan bertemu dengan pemerintah setempat, para kepala desa, dan tokoh masyarakat untuk memastikan semua pemangku kepentingan memahami kegiatannya dan memiliki kesempatan untuk terlibat. Para relawan diminta untuk berpartisipasi dalam pemetaan dan pengumpulan data awal. Pada saat IRD menyelesaikan pengumpulan data yang mendalam dan independen melalui kunjungan ke rumah-rumah dan diskusi-diskusi kelompok fokus, IRD menyampaikan hasil profil komunitas dalam sebuah pertemuan dengan komunitas tersebut untuk mendapatkan umpan balik.
Masyarakat kemudian memutuskan penempatan sarana sanitasi yang strategis, model, dan tipe, maupun bagaimana mereka sendiri akan terlibat dalam pembangunan sarana tersebut.

Membentuk Kelompok Inti dan Komite Sanitasi Air

Sebuah Kelompok Inti beranggotakan para relawan dibentuk di setiap desa untuk mengatur dan mengawasi keterlibatan masyarakat dalam program. Para anggotanya mencakup kepala desa, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh perempuan, penyedia layanan kesehatan, kepala-kepala sekolah, dan perwakilan pemuda. Kelompok Inti ini bekerja bersama IRD untuk menyelesaikan solusi sanitasi yang direkomendasikan untuk dipersembahkan kepada komunitas tersebut. Kelompok inti ini juga bertanggung jawab untuk mempromosikan kesehatan dan kebersihan, memantau kemajuan proyek, dan memelihara sarana air dan sanitasi di tingkat desa.
Komite Sanitasi Air dibentuk dibawah Kelompok Inti. Komite ini bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan dan berpartisipasi dalam pelaksanaan proyek maupun pemeliharaan dan pengoperasian selanjutnya di setiap desa setelah proyek selesai.


Membangun Sarana Sanitasi

Masyarakat dilibatkan dalam pembangunan sarana semaksimal mungkin. Setiap Kelompok Inti di desa menggalang gotong royong dimana Kelompok ini merekrut sesama warga desa untuk melaksanakan tugas-tugas dasar seperti menggali, mencetak, memasang bata, memasang atap, dan memasang lantai. IRD menyediakan bahan-bahan dan alat-alat yang diperlukan yang diberikan kepada desa tersebut setelah proyek selesai. Staf IRD membimbing masyarakat dalam keseluruhan proses.
Apabila keahlian teknis yang lebih besar diperlukan, IRD akan melibatkan kontraktor profesional setempat melalui proses tender yang transparan dan kompetitif. Semua pemangku kepentingan terwakili dalam proses penawaran dan pemilihan

Meningkatkan Kapasitas Lokal dan Memastikan Keberlanjutan

IRD menyediakan pelatihan bagi kelompok inti dan komite sanitasi air dalam keseluruhan proses. Pelatihan bagi Kelompok Inti mencakup hal-hal seperti fasilitasi masyarakat, promosi kesehatan dan kebersihan, konstruksi dasar, pemasangan pipa ledeng, dan pemantauan.
Komite Sanitasi Air menerima lebih banyak pelatihan teknis guna menyiapkan mereka dengan kapasitas untuk mengoperasikan dan memelihara sarana-sarana publik tersebut. IRD juga bekerja bersama komite tersebut untuk menjadi lembaga yang lebih formal yang memiliki anggaran dasar, anggaran rumah tangga, serta kebijakan manajemen dan diakui oleh pemerintah kota/kabupaten. Untuk memperkokoh lembaga ini, komite mendapatkan pelatihan manajemen dan organisasi termasuk administrasi dan manajemen keuangan.
Sistem tarif digunakan untuk memastikan tersedianya biaya pengoperasian dan pemeliharaan dan dikelola oleh Komite Sanitasi Air. Tarif untuk setiap rumah tangga didasarkan pada tingkat pemakaian dan dikumpulkan secara teratur. Dalam beberapa kasus, masyarakat mungkin memutuskan untuk menggunakan subsidi silang dimana rumah tangga yang lebih miskin dan/atau yang dikepalai oleh perempuan boleh membayar lebih rendah sementara tempat-tempat usaha membayar lebih tinggi. Akan tetapi hal ini terserah kepada masyarakat itu sendiri.
Komponen penting lain untuk keberlanjutan adalah penggunaan praktik-praktik kesehatan dan kebersihan yang baik oleh masyarakat; tanpa kebersihan yang baik sarana-sarana air komunal dan rumah tangga akan dengan mudah terkontaminasi. Setiap Kelompok Inti desa memiliki anggota yang dilatih oleh IRD dalam hal meningkatkan kesehatan dan kebersihan. Para anggota ini pada gilirannya mengajari para tetangga mereka dan menganjurkan penggunaan praktik-praktik ini dalam masyarakat secara keseluruhan.

Kelompok Inti dan Komite Sanitasi Air juga mendapatkan pelatihan dalam pemantauan dan evaluasi. Setalah proyek selesai, mereka akan melaksanakan pemantauan sendiri untuk memastikan bahwa sarana-sarana air dipergunakan dan dipelihara secara benar, dan bahwa masyarakat terus melakukan praktik-praktik kebersihan yang baik dan bahwa pengetahuan ini disampaikan ke generasi berikutnya. Staf IRD juga akan kembali setelah proyek selesai untuk mengevaluasi kualitas dari kelanjutan pengoperasian proyek tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar